rss
twitter

Bos Yang Ini Hobinya Naik Turun Himalaya

6

posted by | Posted in , , , | Posted on


Dibandingkan dengan bos-bos lain, Bos grunniens alias Yak jauh berbeda. Karena hidup di kawasan pegunungan berselimut salju abadi, sekujur tubuh sapi gunung salju ini terbalut ”mantel” bulu panjang dan lebat, sehingga tahan hidup di kawasan bersalju sedingin kulkas. Sebaliknya tuan Bos javanicus atau Bos sondaicus (banteng) dan tuan Bos taurus (sapi domestik) hidup di daerah panas, sehingga tidak perlu gondrong.

Ada dua kelompok yak yang hidup di bumi ini. Yang liar (Bos mutus grunniens) dan yang domestik (Bos grunniens). Juga dikenal sebagai dzo, masyarakat Sherpa di kawasan Pegunungan Himalaya sebenarnya menyebut yak untuk yang berkelamin jantan, sementara betinanya nak.

Sudah sejak 1766 yak liar dideskripsikan oleh Linnaeus. Namun populasi mereka terus merosot gara-gara perburuan liar, sampai belakangan ini diperkirakan tinggal ratusan ekor. Sebaliknya yak jinak (domestik) relatif banyak, 12 jutaan ekor, tersebar di kawasan dataran tinggi. Tibet belahan utara Himalaya, Cina, India, Bhutan, dan Nepal. Bahkan di kawasan Amerika Utara pun dijumpai; jumlahnya diduga 600 hingga 2000-an ekor.

Padang rumput luas di Tibet, tundranya Pegunungan Himalaya (padang lumut), dan kawasan bersalju dengan ketinggian sekitar 3.200 m hingga 5.400 m dpl. (sementara Puncak Everest 8.848 m dpl.) merupakan habitat yak liar. Pada kondisi normal, mereka cenderung tinggal di ketinggian sedang. Begitu memasuki bulan panas (Agustus dan September), mereka ngadem ke kawasan lebih tinggi yang tertutup salju abadi.

Karena bulu panjang berjumbai-jumbai hingga menyentuh tanah, lebat bagaikan mantel, yak liar sanggup hidup di suhu minus (di bawah 0oC). Bahkan dilaporkan bisa tahan sampai suhu -40oC. Ia juga bandel, tahan penyakit. Di musim dingin yang hebat, mereka suka berendam di danau atau sungai namun tetap dengan kewaspadaan tinggi. Begitu merasa terganggu, mereka akan lari, ekornya mencuat ke atas seperti ekor kuda. Begitu ada yang menghadang di depannya, mereka akan pasang kuda-kuda.

Kesanggupannya hidup di medan berat karena kapasitas paru-parunya yang hebat. Belum lagi sel darah merahnya yang spesifik untuk daerah pegunungan. Ukuran sel darahnya separuh dari ukuran sel darah sapi. Begitu pula jumlah sel darah merahnya tiga kali lebih banyak, sehingga oksigen yang diangkut lebih banyak. Jadi, ya wajar bila mereka sanggup hidup di kawasan beroksigen tipis. Sedikit kelenjar keringat justru membuat irit energi dan jantung dapat bekerja efisien. Napasnya pun lebih slow ketimbang sapi dataran rendah.

Pada umumnya yang liar maupun jinak, jantan maupun betina, sama-sama dikarunia tanduk. Hanya berbeda ukuran. Pada para jantan tanduknya panjang (hingga 95 cm), besar dan kuat. Sementara betinanya bertanduk lebih kecil dan pendek (51 cm). Tanduk tumbuh ke arah samping kepala, kemudian melengkung ke depan. Mirip tanduk banteng. Fungsi utamanya untuk mendongkel pakan (rumput, dedaunan, atau lumut) yang tertimbun salju, selain juga sebagai senjata bela diri. Jantan bertanduk disebut toyim (yak uri), sedangkan betina tidak bertanduk uri (nak uri)

Untunglah yak melahirkan anak tiap tahun. Kalau di bulan September terdengar suara lenguhan keras kawanan yak, terutama yang liar, itulah tandanya awal musim kawin. Yak domestik siap bunting pertama pada usia 3 - 4 tahun. Dengan masa bunting sekitar 258 hari, anaknya akan lahir sekitar Juni tahun berikutnya, pas ketika pakan mulai berlimpah. Setahun kemudian anak sudah disapih, siap menelusuri hidup dengan usia harapan hidup antara 23 - 25 tahun.

Hewan serba guna
Secara umum postur hewan ini besar. Bobot pun berkisar 305 - 820 kg. Bahkan yak liar jantan bisa 1 ton beratnya. Sedangkan betina sepertiganya. Panjang badannya sekitar 2,5 - 3,25 m. Tinggi bisa mencapai 1,8 - 2 m. Ekornya setengah meter lebih panjangnya.

Meski berbadan bongsor, mereka gesit dan jago mendaki. Tidak mengherankan bila penduduk Pegunungan Himalaya memanfaatkannya untuk sarana transportasi naik-turun pegunungan. Beban lebih dari 150 kg sanggup dipanggulnya menyusuri tanjakan licin serta berbahaya hingga berkilo-kilometer jauhnya. Bisa begitu karena didukung oleh bentuk kaki yang pendek kokoh dan berkuku lebar sehingga kuat menapaki medan pegunungan yang berat.

Yak dan blasterannya juga sangat sensitif. Lewat penciuman mereka mampu menemukan jalan setapak yang tertutup salju. Bahkan celah gletser di bawahnya pun bisa terendus. Karena kepekaannya Sherpa selalu mengandalkan satwa ini untuk menyusuri gletser (sungai es) pada musim dingin.



Comments (6)

  1. 13 Januari 2016 pukul 09.32

    mantap gan infonya
    menarik sekali infonya
    terima kasih banyak

  2. 21 September 2016 pukul 14.18

    wih keren gan info nya
    saya suka blog ini

  3. 22 September 2016 pukul 14.34

    di blog ini sangat banyak artikel yang yang sangat bagus
    terimakasih gan

  4. 24 September 2016 pukul 09.20

    thanks udah di share info nya

  5. 1 Oktober 2016 pukul 09.37

    saya suka sekali dengan info info di blog ini
    terimakasih

  6. 28 Oktober 2016 pukul 14.43

    keren mas artikel nya saya suka
    banyak yang baru

Post a comment

Suka-tidak suka silahkan komentar..

Pada kolom "Beri komentar sebagai", pilih Name/URL. Isikan kolom "Name" dengan nama sesuka Anda. Untuk Kolom "URL" dikosongkan saja jika memang Anda tidak memiliki web/blog. Namun jika memiliki web/blog lebih baik diisi URL Anda.

Terima kasih atas kunjungan Anda.. :)